Senin, 19 November 2018

Sastra Angkatan 2000


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
        
Sastra suatu bangsa dari waktu ke waktu selalu mengalami perkembangan, begitu juga dengan kesusastraan Indonesia. Perkembangan ini ditandai dengan periode-periode yang memiliki ciri khasnya sendiri. Periode sastra adalah kesatuan waktu dalam perkembangan sastra yang ditandai dengan suatu sisitem norma tertentu (Sutresna, 2006: 38). Periode sastra ini erat hubungannya dengan angkatan-angkatan sastra yang menempati periode-periode tersebut.
         Penyusunan periodisasi sastra Indonesia memunculkan nama angkatan. Salah satu nama angkatannya, yaitu Sastra Angkatan 2000 yang disebut juga sastra mutakhir. Lahirnya Sastra Angkatan 2000 karena tidak berhasil dikukuhkannya sastra angkatan 90-an sebagai Angkatan Reformasi, sehingga Korrie Layun Rampan melempar wacana lahirnya Sastra Angkatan 2000.
Seringkali sulit membedakan antara Sastra Angkatan 2000 dengan Sastra Angkatan 90, karena ciri-ciri dari kedua angkatan ini memiliki beberapa persamaan. Selain itu beberapa sastrawan Angkatan 2000 masuk juga ke dalam sastrawan Angkatan 90. Oleh karena itu, penyusun membuat makalah dengan  judul “Sastra Angkatan 2000” agar masyarakat tidak kabur pandangan mengenai Sastra Angkatan 2000. Hal-hal yang terkait dengan Sastra Angkatan 2000 akan dibahas pada makalah ini.

1.2   Rumusan Masalah

        Berdasarkan latar belakang di atas, adapun rumusan masalah yang didapat adalah sebagai berikut.
1.      Bagaimana latar belakang munculnya Sastra Angkatan 2000?
2.      Apa saja ciri-ciri Sastra Angkatan 2000?
3.      Siapa saja sastrawan yang termasuk ke dalam Angkatan 2000?

1.3  Tujuan

                   Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.         Untuk mengetahui latar belakang munculnya Sastra Angkatan 2000.
2.         Untuk mengetahui ciri-ciri Sastra Angkatan 2000.
3.         Untuk mengetahui sastrawan yang termasuk ke dalam Sastra Angkatan 2000.

1.4  Manfaat

   Berdasarkan tujuan di atas, manfaat dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut.
1.         Bagi Mahasiswa
Untuk dijadikan sebagai referensi dalam aspek kognitif dalam meningkatkan pengetahuan mengenai periodisasi sastra terutama Sastra Angkatan 2000.
2.         Bagi Pembaca
Untuk menambah wawasan mengenai Sastra Angkatan 2000.







BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Latar Belakang Lahirnya Sastra Angkatan 2000
Setelah wacana tentang lahirnya sastrawan Angkatan  Reformasi muncul, namun tidak berhasil dikukuhkan karena tidak memiliki ‘juru bicara’. Korrie Layun Rampan pada tahun 2002 melempar wacana tentang lahirnya sastrawan Angkatan 2000 (Kosasih, 2008: 28).
Pada masa ini, banyak sekali muncul pengarang wanita. Mereka umumnya menulis dengan ungkapan perasaan dan pikiran yang tajam dan bebas. Ada di antara mereka yang berani menampilkan nuansa-nuansa erotik, bahkan hal-hal yang seksual, yang justru lebih berani dibandingkan dengan sastrawan pada umumnya.
Karya-karya yang cenderung berani dan vulgar, seperti novel karya Ayu Utami, Saman. Gaya penulisan Ayu Utami yang terbuka, bahkan vulgar, membuat Ayu Utami lebih menonjol daripada pengarang-pengarang lainnya. Novel lain yang ditulisnya adalah Larung yang merupakan lanjutan Saman. Sebagai pengimbang atas maraknya karya-karya yang vulgar dan novel-novel teenlit yang mengadopsi begitu saja moral pergaulan yang serba bebas, namun pada masa ini tidak hanya muncul karya yang bersifat vulgar tetapi juga muncul karya-karya yang bernuansa religius, seperti prosa liris karya Linus Suryadi, Pengakuan Pariyem.
2.2 Ciri-Ciri Sastra Angkatan 2000
Menurut Korrie Layun Rampan (dalam Mujiyanto & Fuady, 2014: 148), sastrawan produktif dekade 80-an yang terus aktif berkarya hingga kini, sastra Angkatan 2000 memiliki ciri sebagai berikut:
1.        Pilihan kata diambil dari bahasa sehari-hari yang disebut bahasa “kerakyatjelataan”.
2.        Mengandung revolusi  tipografi atau tata wajah yang bebas aturan dan cenderung ke puisi konkret.
3.        Penggunaan estetika baru yang disebut antroforisme (gaya bahasa yang berupa penggantian tokoh manusia sebagai aku lirik dengan benda-benda)                         .
4.        Penciptaan interaksi masal dan hal-hal yang yang bersifat individual.
5.        Komposisi dibangun dalam pengaturan partisipasi benda-benda, peristiwa, pertanyaan aku di lirik dalam prespeksi sejajar dan objektif.
6.        Puisi-puisi yang religius dengan kecenderungan menciptakan penggambaran yang lebih konkret melalui alam, rumput atau daun-daun.
7.        Banyak puisi yang diciptakan tidak menggunakan sistem pembuatan bait.
8.        Penggunaan citraan alam benda.
9.        Materi yang digarap penyair tidak hanya tentang sosial kemasyarakatan, budaya, etnis melainkan juga religi, contohnya sajak-sajak yang ditulis Ahmadun Yosi Herfanda yang sajak-sajak keagamaannya mencerminkan nuansa religius yang kushuk. Seperti puisi karyanya yang berjudul Sembahyang Rerumputan.
10.  Sosial media digunakan sebagai sarana dalam berkarya.

2.3    Sastrawan Angkatan 2000

            Pada awal abad  21, melalui PT Gramedia Widiarsana Indonesia, Korrie Layun Rampan meluncurkan buku setebal 782 yang berjudul Angkatan 2000 dalam Sastra Indonesia. Di dalam buku tersebut ada beberapa nama  sastrawan yang sudah berkiprah pada masa-masa sebelumnya yang dimasukkan oleh Korrie Layu Rampan, sastrawan itu antara lain: Afrizal Malna, Ahmadun Yosi Herfanda, dan Seno Gumira Ajidarma, serta yang muncul pada akhir 1990-an, seperti Ayu Utami dan Dorothea Rosa Herliany.
Beberapa nama sastrawan dan sastrawati Angkatan 2000 adalah sebagai berikut (Mujiyanto & Fuady, 2014: 148).
1.        Afrizal Malna, penyair kelahiran Jakarta 7 Juni 1957 yang pernah mengenyam pendidikan di STF Driyarkara ini menulis kumpulan sanjak Abad yang Berlari, cukup produktif menulis esai sastra, teater, dan kesenian seumumnya di media-media bergengsi. Afrizal juga menulis prosa Meditasi Sapi Betina, antologi puisi Yang Berdiam dalam Mikrofon, Mitos-Mitos Kecemasan, Kalung dari Teman, serta antalogi esai Sesuatu Indonesia, dan naskah drama “Migrasi dari Ruang Tamu”. Pada tahun 1994 Afrizal meraih Republika Awards.
2.        Ayu Utami, lahir di Bogor, 21 November 1968. Tamatan Jurusan Sastra Rusia Fakultas Sastra Universitas Indonesia. Terkenal dengan novelnya yang berjudul Saman: Laila Tak Mampir di New York, pemenang pertama Sayembara Mengarang Roman Dewan Kesenian Jakarta 1998. Ayu termasuk aktivis Komunitas Sastra Utan Kayu (KUK) dan Kalam Jurnal Kebudayaan bersama Goenawan Mohamad, Nirwan Dewanto, dan lain-lain. Setelah meluncurkan Saman yang sempat laris manis, Ayu menerbitkan novel Larung dan kumpulan cerpen Parasit Lajang.
3.        Seno Gumira, lahir di Boston Amerika Serikat, 19 Jin 1958, berpendidikan Jurusan Film IKJ. Terkenal sebagai seorang cerpenis dengan sejumlah penghargaan. Menerbitkan kumpulan cerpen dengan nama Seno Gumira Ajidarma: Manusia Kamar, Saksi Mata, Penembak Misterius, Dilarang Menyanyi di Kamar Mandi, dan lain-lain.
4.        Oka Rusmini, lahir di Jakarta 11 Juli 1967. Lulusan Fakultas Sastra Universitas Udayana. Menulis novel Tarian Bumi, pemenang sayembara antalogi puisi Monolog Pohon. Cerpennya “Putu Menolong Tuhan” dinyatakan terbaik versi majalah Femina. Sanjak-sanjaknya dimuat dalam antologi Doa Bali Tercinta, Rindu Anak Mendukung Kasih, Negeri Bayang-Bayang, Mimbar Penyair Abad 21.
5.        D. Zawawi Imron dilahirkan di Batang-batang, Sumatera, 19 September 1946. Terkenal sebagai penyair otodidak, berpendidikan pesantren asal Madura. Karya-karyanya berupa kumpulan puisi: Madura, Akulah Lautmu, Ibu,  Semerbak Mayang,  Nenek Moyangku Air Mata pemenang Yayasan Buku Utama Departemen Kebudayaan. Zawawi juga menceritakan kembali dalam bentuk buku Ni Peri Tunjung Wulan dan Bangsacara Rajapadmi.










BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Pada masa ini, banyak sekali muncul pengarang wanita. Mereka umumnya menulis dengan ungkapan perasaan dan pikiran yang tajam dan bebas. Ada di antara mereka yang berani menampilkan nuansa-nuansa erotik, bahkan hal-hal yang seksual, yang justru lebih berani dibandingkan dengan sastrawan pada umumnya.  Ada beberapa ciri angkatan 2000, yaitu; 1. Tema sosial politik,romantik,masih mewarnai karya sastra. 2.banyak muncul kaum perempuan.3. adanya sastra bertema gender,perkelaminan,seks,dan feminisme 4. Banyak muncul karya populeratau gampang dicerna, dan dipahami pembaca. 5. Adanya sastra religi. Beberapa nama sastrawan dan sastrawati Angkatan 2000 adalah sebagai berikut:  Afrizal Malna, Ayu Utami, Seno Gumira, Oka Rusmini,  D. Zawawi Imron.
3.2  Saran
Dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekeliruan dan masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu untuk para pembaca apabila menemui beberapa kesalahan dalam makalah ini kami mengharap kritik dan sasran dari pembaca.











DAFTAR PUSTAKA

Mujiyanto,Yant dan Fuady.2014.Kitab Sejarah Sastra Indonesia. Yogyakarta:Penerbit Ombak.
Kosasih, E. 2008. Apresiasi Sastra Indonesia. Jakarta Timur: Penerbit Nobel Edumedia.

Perlembangan Intelek Peserta Didik


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang

         Intelek merupakan suatu karunia yang dimiliki individu untuk mengembangkan dan mempertahankan hidupnya serta merupakan suatu usaha individu untuk mendekatkan atau menghambakan dirinya kepada Pencipta-Nya. Sejak lahir, seorang anak sudah mempunyai pikiran atau intelek, namun masih sangat bergantung pada orang lain untuk memenuhi perkembangan hidupnya. Dalam perkembangan, anak semakin meningkatkan berbagai kemampuan untuk mengurangi ketergantungan dirinya pada orang lain dan berusaha untuk dapat memenuhi kebutuhannya sendiri.
              Manusia tumbuh dan berkembang pada masa bayi ke masa dewasa melalui beberapa langkah dan jenjang. Pada masa remaja, terjadi berbagai perkembangan yang sangat pesat salah satunya perkembangan intelek. Umumnya anak yang memasuki usia remaja berumur kira-kira 12 tahun. Pada masa ini, intelek atau pikirannya sudah mulai terlihat perkembangannya. Pikiran remaja sudah mulai kritis terhadap masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya.
Perkembangan intelek sering juga dikenal di dunia psikologi maupun pendidikan dengan istilah kognitif. Perkembangan kognitif manusia merupakan proses psikologis yang di dalamnya melibatkan proses memperoleh, menyusun dan menggunakan pengetahuan serta kegiatan mental seperti berpikir, menimbang, mengamati, mengingat, menganalisis, mensintesis, mengevaluasi dan memecahkan persoalan yang berlangsung melalui interaksi dengan lingkungan.
Saat ini banyak sekali orangtua maupun guru menganggap intelek anak  sama satu sama lainnya, sehingga orangtua maupun guru sering membanding-bandingkan anak yang inteleknya tinggi dengan anak yang inteleknya rendah, bahkan tidak jarang orangtua maupun guru kurang memberikan kesempatan pada anak yang inteleknya kurang. Hal ini tentu membuat semangat anak yang inteleknya rendah menjadi turun untuk mengembangkan inteleknya.  Oleh karena itu, kami menyusun makalah yang berjudul “Perkembangan Intelek pada Remaja” guna meluruskan pemikiran orangtua dan guru bahwa intelek anak tidak sama satu dengan yang lainnya.
                                                                                      
1.2  Rumuisan Masalah

1.    Apa Pengertian intelek dan inteligensi  ?
2.    Bagaimana hubungan antara intelek dan tingkah laku ?
3.    Bagaimana karakteristik perkembangan intelek remaja ?
4.    Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan intelek ?
5.    Apa perbedaan individu dalam kemampuan dan perkembangan intelek ?
6.    Bagaimana usaha-usaha dalam membantu mengembangkan intelek remaja dalam
proses  pembelajaran ?

1.3  Tujuan
1.      Untuk mengetahui Pengertian intelek dan inteligensi
2.      Untuk mengetahui hubungan antara intelek dan tingkah laku
3.      Untuk mengetahui karakteristik perkembangan intelek remaja
4.      Untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan intelek
5.      Untuk mengetahui perbedaan individu dalam kemampuan dan perkembangan intelek
6.      Untuk mengetahui usaha-usaha dalam membantu mengembangkan intelek remaja dalam proses  pembelajaran






BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Intelek dan Inteligensi   
Menurut English & English dalam bukunya “A Comprehensive Dictionary of Psychological and Psychoanalitical Terms”, istilah intellect berarti antara lain:
(1)   kekuatan mental di mana manusia dapat berpikir,
(2)   suatu rumpun nama untuk proses kognitif, terutama untuk aktivitas yang berkenaan dengan berpikir (misalnya menghubungkan, menimbang, dan memahami), dan
(3)   kecakapan, terutama kecakapan yang tinggi untuk berpikir.
Menurut kamus Webster New World Dictionary of the American Language, istilah intellect berarti:
11) kecakapan untuk berpikir, mengamati atau mengerti; kecakapan untuk mengamati hubungan-hubungan, perbedaan-perbedaan, dan sebagainya. Dengan demikian kecakapan berbeda dari kemauan dan perasaan,
22)  kecakapan mental yang besar, sangat intelligence, dan
33)   pikiran atau inteligensi.
Singgih Gunarsa merumuskan pengertian inteligensi dalam bukunya Psikologi Remaja (1991) antara lain:
11)  Inteligensi merupakan suatu kumpulan kemampuan seseorang yang memungkinkan memperoleh ilmu pengetahuan dan mengamalkan ilmu tersebut dalam hubungannya dengan lingkungan dan masalah-masalah yang timbul.
22)     Inteligensi adalah suatu bentuk tingkah laku tertentu yang tampil dalam kelancaran tingkah laku.
33)    Inteligensi meliputi pengalaman-pengalaman dan kemampuan bertambahnya pengertian dan tingkah laku dengan pola-pola baru dan mempergunakannya secara efektif.

Kemampuan berpikir atau intelegensi diukur dengan tes intelegensi. Tes intelegensi yang terkenal adalah tes Binet-Simon. Hasil tes intelegensi dinyatakan dalam bentuk nilai IQ (Intellegence Quotient).
2.2 Hubungan antara Intelek dan Tingkah Laku
Pikiran remaja sering dipengaruhi oleh ide-idedan teori-teori yang menyebabkan sikap atau perilaku kritis terhadap situasi. Kemampuan abstraksi mempermasalahkan kenyataan dan peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana semestinya menurut alam pikirannya. Hal inilah yang dapat menimbulkan perasaan tidak puas dan putus asa.
Intelek sangat berpengaruh terhadap tinkah laku karena semakin tinggi intelek remaja maka sikap egosentrismenya semakin terlihat dipikirannya maupun tingkah lakunya. Dalam hal ini, remaja terlalu menitikberatkan pikiran sendiri tanpa memikirkan dan memperhitungkan akibat yang akan terjadi. Selain itu, remaja menganggap pandangan dan penilaian diri sendiri dianggap sama dengan pandangan orang lain mengenai dirinya.
2.3 Karakteristik Perkembangan Intelek Remaja
Intelegensi pada masa remaja tidak mudah diukur, karena tidak mudah terlihat perubahan kecepatan perkembangan kemampuan tersebut.
Adapun karakteristik perkembangan intelek remaja, yaitu:
1.      Pada masa remaja kemampuan untuk mengatasi masalah yang majemuk bertambah.
2.      Awal masa remaja, kira-kira pada umur 12 tahun, anak berada pada masa yang disebut “masa operasional formal”. Pada masa ini remaja telah berpikir dengan mempertimbangkan hal yang “mungkin” di samping hal yang nyata.
3.      Pada usia 12 tahun, anak sudah dapat berpikir abstrak dan hipotek.
Dalam berpikir operasional formal setidak-tidaknya mempunyai dua sifat yang penting, yaitu:
a.       Sifat Deduktif Hipotesis
Dalam menyelesaikan suatu masalah, seorang remaja akan mengawalinya dengan pemikiran teoretik. Ia menganalisis masalah dan mengajukan cara-cara penyelesaian hipotesis yang mungkin.
b.      Berpikir Operasional juga Berpikir Kombinatoris
Sifat ini merupakan kelengkapan sifat yang pertama dan berhubungan dengan cara bagaimana  melakukan analisis. Artinya, pada sifat ini remaja tidak hanya menganalisis masalah tetapi juga remaja diminta untuk mencari bagaimana caranya menganalisis masalah tersebut.

2.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perkembangan Intelek
Faktor- faktor yang memengaruhi perkembangan intelek, yaitu:
1.      Peranan pengalaman dari sekolah
Pengalaman yang diperoleh di sekolah menyumbang secara positif terhadap peningkatan IQ anak.
2.      Pengaruh lingkungan
Semakin tinggi kualitas lingkungan rumah, cenderung semakin tinggi juga IQ anak. Tiga unsur penting dalam keluarga yang sangat berpengaruh, yaitu:
a.       Jumlah buku, majalah, dan materi belajar lainnya yang terdapat di lingkungan keluarga.
b.      Jumlah ganjaran dan pengakuan yang diterima anak dari orangtua atas prestasi akademiknya.
c.       Harapan orangtua akan prestasi akademik anaknya.
2.5 Perbedaan Individu dalam Kemampuan dan Perkembangan Intelek
Intelek bersifat individu, artinya antara satu dan lainnya tidak sama persis kualitas IQnya.
Berdasarkan nilai IQ atau kecerdasan manusia dapat dikategorikan menjadi 6 kelompok, yakni:
11)      Di bawah 70, anak mengalami kelainan mental
22)      71 – 85, anak di bawah normal
33)      86 – 115, anak yang normal
44)      116 – 130, anak di atas normal (pandai)
55)      131 – 145, anak yang superior (cerdas)
65)      145 ke atas, anak genius (istimewa).

2.6 Usaha-Usaha dalam Membantu Mengembangkan Intelek Remaja dalam Proses  Pembelajaran
                  
Usaha-usaha membantu  mengembangkan  intelek remaja dalam proses pembelajaran peran guru sangat dibutuhkan. Guru dapat membantu siswa melakukan hal ini dengan selalu menggunakan pendekatan keterampilan proses dan dengan memberi penekanan pada penguasaan konsep-konsep dan abstraksi-abstraksi.
Sebagai guru, beberapa usaha yang dapat membantu mengembangkan intelek remaja dalam proses pembelajaran, yaitu:
1.      Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengadakan diskusi dengan membentuk kelompok belajar.
2.      Memberikan tugas-tugas penulisan makalah.
3.      Menjelaskan materi dengan sabar, simpatik, dan dengan hati terbuka.
4.      Memberikan tugas-tugas yang menantang imajinasi dengan bermacam-macam cara.
5.      Menyajikan teka-teki yang menarik dan menantang rasa ingin tahu atau problema-problema.







BAB III
PENUTUP
3.1    Simpulan
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa intelek adalah kecakapan mental, yang menggambarkan kemampuan berpikir. Inteligensi adalah kemampuan seseorang dalam berpikir dan bertindak.
Kemampuan berpikir berpengaruh terhadap tingkah laku. Seseorang yang berkemampuan berpikir tinggi akan cekatan dalam  bertindak, terutama dalam menghadapi permasalahan maka orang tersebut mampu bersikap mandiri. Sebaliknya seseorang yang berkemampuan berpikir kurang akan lebih bersikap tegantung pada orang lain.
Setiap anak memiliki intelek dan inteligensi yang berbeda-beda, ada yang tinggi dan ada yang rendah. Oleh karena itu peran guru sangat diperlukan dalam meningkatkan intelek remaja dalam pembelajaran.
                                           
3.2    Saran    
              Setiap manusia memiliki tingkat intelek yang berbeda-beda. Saat ini banyak sekali orangtua maupun guru menganggap intelek anak  sama satu sama lainnya, sehingga orangtua maupun guru sering membanding-bandingkan anak yang inteleknya tinggi dengan anak yang inteleknya rendah, bahkan tidak jarang orangtua maupun guru kurang memberikan kesempatan pada anak yang inteleknya kurang. Hal ini tentu membuat semangat anak yang inteleknya rendah menjadi turun untuk mengembangkan inteleknya. Maka dari itu, sebaiknya orangtua dan guru mengetahui tingkat intelek anak sesuai dengan umurnya agar apabila ada kerendahan intelek akibat faktor-faktor tertentu, orangtua dan guru mampu mengatasinya dengan melakukan berbagai usaha-usaha yang dapat mengembangkan intelek anak tersebut.








DAFTAR PUSTAKA

Sunarto, H dan Agung Hartono. 1999. Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta.

Senin, 12 November 2018

Makalah Berbicara: Merencanakan Pembicaraan


I
PENDAHULUAN

      
1.1  LATAR BELAKANG
Berbicara merupakan kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata yang bertujuan untuk mengekspresikan, menyatakan serta menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan (Tarigan, dalam Wendra, 2015: 3). Dengan berbicara, seseorang tidak hanya mampu menyampaikan gagasan tetapi juga mampu berkomunikasi kepada siapapun.
Mampu berbicara secara lancar dan mudah adalah dambaan atau harapan setiap orang. Bagaimana tidak, karena untuk dapat berbicara lancar tentunya akan membutuhkan waktu yang cukup panjang dalam berlatih dan merencanakannya. Dalam keterampilan berbicara termasuk sulit diajarkan karena menuntut kesiapan, mental, dan keberanian dari seorang pembicara. Kalau kita amati dalam kehidupan sehari-hari, terlihat banyak sekali orang yang berbicara di depan umum tidak sistematis dengan bahasa yang sukar ditangkap maknanya secara langsung. Hal itu disebabkan karena tidak adanya perencanaan yang dilakukan pembicara sebelum melakukan suatu pembicaraan. Seorang pembicara dituntut tekun berlatih dan disertai dengan upaya persiapan yang matang.
Dengan berpedoman pada prinsip bahwa sesuatu yang direncanakan akan menghasilkan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan tanpa persiapan, maka saat melakukan pembicaraan terutama saat berbicara di depan orang banyak dalam acara tertentu memerlukan adanya persiapan (Wendra, 2015: 76), agar tidak terjadi kesalahan-kesalahan dalam berbicara. Oleh karena itu, penyusun membuat makalah yamg berjudul “Merencanakan Pembicaraan” guna membentuk pembicara yang ideal serta berkompeten. Hal-hal yang terkait dengan merencanakan pembicaraan diuraikan dalam makalah ini.
1.2  RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yang merupakan masalah utama, yaitu:
1.      Apa ciri-ciri pembicara ideal?
2.      Apa saja langkah-langkah yang dilakukan dalam merencanakan suatu pembicaraan?
3.      Bagaimana cara melatih kemampuan berbicara?

1.3  TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai pada penulisan makalah ini yaitu :
1.      Untuk mengetahui ciri-ciri pembicara ideal.
2.      Untuk mengetahui langkah-langkah yang dilakukan dalam merencanakan suatu pembicaraan.
3.       Untuk mengetahui cara melatih kemampuan berbicara.
1.4  MANFAAT
Makalah ini bermanfaat bagi semua kalangan, adapun manfaat makalah ini, yaitu:
1.      Bagi Mahasiswa
Untuk mengetahui rencana yang dilakukan sebelum berbicara sebagai upaya meningkatkan kemampuan dalam berbicara sehingga bisa menjadi pembicara yang baik.
2.      Bagi Pembaca
Untuk menambah wawasaan terkait dengan perencanaan yang harus dilakukan sebelum berbicara.
  


II
PEMBAHASAN

2.1 CIRI-CIRI PEMBACA IDEAL

Pembicara ideal adalah seorang pembicara yang mampu berbicara dengan lancar, jelas, dan menarik. Pembicara ideal harus memiliki keterampilan berbicara yang baik agar pendengar mudah memahami topik yang disampaikan.
Seseorang dikatakan sebagai pembicara ideal apabila memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Wendra, 2015: 70) :
1.      Memilih topik yang tepat
Topik pembicara menentukan antusias tidaknya pendengar mengikuti pembicaraan tersebut. Apabila topik sesuai dengan minat, kemampuan, dan kebutuhan pendengar maka perhatian mereka pun secara otomatis tertuju pada topik yang disampaikan pembicara tersebut.

2.      Menguasai materi
Pembicara yang baik jauh sebelum pembicaraan berlangsung sudah mempelajari, memahami, menghayati, dan menguasai materi pembicaraan. Tidak tanggung-tanggung pembicara yang baik berusaha menelaah dari berbagai sumber acuan dan sudut pandang sehingga jelas kaitannya dengan ilmu yang relevan serta jelas manfaatnya bagi pendengarnya.
                 
3.      Memahami latar belakang pendengar
Seorang pembicara yang baik sebelum pembicaraan berlangsung harus memahami dengan baik pendengarnya dengan cara mengumpulkan informasi berkenaan dengan pendengarnya, misalnya tentang :
(a)    jumlahnya
(b)   jenis kelamin
(c)    pekerjaannya
(d)   tingkat pendidikannya
(e)    minatnya
(f)    nilai yang dianut
(g)   kebiasaannya

4.      Memahami situasi
Proses pembicaraan sangat bersifat situasional artinya sangat ditentukan oleh situasi yang menaungi saat pembicaraan berlangsung. Situasi yang menaungi dimaksud di antaranya ruang, waktu, dan peralatan. Pembicara yang baik akan mengidentifikasi mengenai ruangan, waktu, peralatan penunjang berbicara dan suasana.


5.      Mempunyai tujuan yang jelas
Pembicaraan menjadi jelas dan terarah apabila tujuan pembicaraanya ditentukan dengan tegas, jelas dan gamblang sehingga pembicara tahu persis kemana ia hendak membawa para pendengarnya.

6.      Menjalin kontak dengan pendengar
Menjalin kontak antara pembicara dan pendengar saat proses pembicaraan itu berarti antara pembicara dan pendengar saling memperhatikan dan menghargai sehingga pembicaraan menjadi hidup. Cara yang dilakukan untuk menjalin kontak dengan pendengar misalnya berusaha memahami reaksi emosi dan perasaan pendengarnya serta mengadakan kontak batin dengan pendengarnya melalui pandangan mata, perhatian, anggukan, atau senyuman.

7.      Memiliki kemampuan linguistik
Linguistik yang dimaksud adalah hal yang terkait dengan bahasa yang baik dalam bentuknya berupa kata, ungkapan, kalimat, paragraf, maupun wacana yang digunakan.

8.      Menguasai pendengar
Pembicara harus dapat membangkitkan semangat pendengar, membuat mereka berpikir tentang ide-ide yang disampaikan pembicara yang sebelumnya tidak pernah mereka pikirkan (Vincent Chapel, 2004).

9.      Memanfaatkan alat bantu
Untuk lebih memudahkan pendengar memahami penjelasannya, pembicara harus memanfaatkan alat-alat bantu seperti skema, diagram, statistik, gambar-gambar dan sebagainya.

10.  Meyakinkan dalam penampilan
Pembicara harus tampil meyakinkan pendengar dari segala sisi, baik dari segi penguasaan materi, cara penyampaian, bahasa ataupun tingkah laku.

11.  Mempunyai rencana
Pembicara yang baik menerapkan prinsip bahwa sesuatu yang direncanakan hasilnya akan lebih baik daripada yang tidak direncanakan.
Hal yang dipersiapkan sebelum melakukan pembicaraan mulai dari:
(a)    memilih topik
(b)   memahami dan menguji topik
(c)    menganalisis pendengar
(d)   menyusun kerangka pembicaraan
(e)    menguji cobakan
(f)    meyakinkan
                                                                                          
2.2 MERENCANAKAN PEMBICARAAN
Keterampilan berbicara di depan khalayak ramai, istilah asingnya public speaking, tidak akan muncul begitu saja pada diri seseorang. Keterampilan itu diperoleh setelah melalui berbagai latihan dan praktik penggunaannya, maka saat melakukan pembicaraan terutama saat berbicara di depan orang banyak dalam acara tertentu memerlukan adanya persiapan atau perencanaan.
Ehninger dkk. (dalam Wendra, 2015: 76) mengajukan delapan langkah yang harus dilalui dalam mempersiapkan sesuatu pembicaraan. Kedelapan langkah tersebut antara lain:
(a)    menyeleksi dan memusatkan pokok pembicaraan
(b)   menetukan tujuan khusus pembicaraan
(c)    menganalisis pendengar dan situasi
(d)   mengumpulkan materi pembicaraan
(e)    menyusun kerangka dasar (out line ) pembicara
(f)    mengembangkan kerangka dasar
(g)   berlatih dengan suara keras, jelas dan lancar
(h)   menyajikan pembicaraan
Gorys Keraf (dalam Wendra, 2015: 77) mengusulkan tiga langkah pokok dalam merencanakan suatu pembicaraan. Ketiga langkah pokok itu ialah:
(1)   meneliti masalah
(2)   menyusun uraian
(3)   mengadakan latihan
Langkah pokok yang masih bersifat umum itu masih bisa dikembangkan menjadi langkah-langkah yang lebih spesifik. Hasil perkembangan langkah yang bersifat umum menjadi bersifat khusus adalah sebagai berikut:
(a)    menentukan maksud
(b)   menganalisis pendengar dan situasi
(c)    memilih dan menyimpulkan topik
(d)   mengumpulkan bahan
(e)    membuat kerangka uraian
(f)    menguraikan secara detail
(g)   melatih dengan suara nyaring.
Wainright (dalam Wendra, 2015: 77) menyarankan enam langkah yang harus dilalui dan dikuasai seseorang agar dapat menjadi pembicara yang baik. Langkah-langkah yang disarankan oleh Wainright tersebut adalah:
(a)    memilih topik
(b)   memahami dan menguji topik
(c)    memahami latar belakang pendengar dan situasi
(d)   menyusun kerangka pembicaraan
(e)    mengujicobakan
(f)    menyajikan
Langkah-langkah yang disarankan oleh Wainright akan diuraikan lebih rinci, yaitu sebagai berikut:
(1)   Memilih Topik
Berbicara di depan khalayak hakikatnya menyampaikan suatu ide atau gagasan kepada pendengar. Ide atau gagasan inilah yang akan menjadi topik pembicaan. Pastikanlah topik yang disampaikan mempunyai relevansi dengan dunia pendengar (Vincent Chapel, 2004:8).

(2)   Memahami dan Menguji Topik
Topik pembicaraan merupakan pusat perhatian pendengar. Sebagai pusat perhatian, topik harus dipahami dan dikuasai dengan baik oleh pembicara agar pembicara dapat dengan leluasa dan sistematis dalam menyampaikan kepada pendengar.

(3)   Memahami Pendengar dan Situasi
Sebelum pembicaraan berlangsung, pembicara harus menganalisis latar belakang pendengar dan situasi. Untuk itu informasi yang tepat mengenai pendengar sangat berguna bagi pembicara sebagai dasar penentuan strategi berbicara.
Di samping faktor pendengar, faktor situasi pun harus dianalisis karena aktivitas yang bersifat situasional artinya sangat ditentukan oleh faktor situasi yang mendukung pembicaraan

(4)   Menyusun Kerangka Pembicaraan
Kerangka pembicaraan merupakan alur pembicaraan yang dapat mempermudah baik bagi pembicara maupun bagi pendengar. Kerangka pembicaraan yang tersusun baik sangat bermanfaat bagi pembicara sendiri dan juga pendengar. Bagi pembicara kerangka itu berfungsi sebagai pedoman, penuntun arah mengisi pembicaraan. Bagi pendengar kerangka dapat berfungsi sebagai sarana memudahkan mengikuti dan memahami isi pembicaraan.
Kerangka pembicaraan biasanya mengandung tiga komponen, yakni:
(a)    pendahuluan
(b)   isi
(c)    penutup
Bagian pendahuluan atau pengantar, berisi uraian singkat mengenai tujuan pembicaraan, isi atau apa yang dibicarakan. Bagian isi berisi penjelasan mengenai topik pembicaraan. Bagian penutup berisi uraian kesimpulan dari apa yang telah dibicarakan.
(5)   Mengujicobakan
Bila pembicara sudah yakin akan naskah pembicaraan itu sudah benar-benar baik maka perlu diujicobakan. Dalam ujicoba penyajian ini, pembicara harus memilih metode penyajian mana yang akan diterapkan. Ada empat metode penyampaian yang dapat dipilih, yaitu:
(a)    secara mendadak
(b)   berdasarkan catatan kecil (butir-butir tertentu)
(c)    berdasarkan hafalan
(d)   berdasarkan naskah

(6)   Menyajikan
Dalam menyajikan, pembicara harus berpedoman pada butir-butir yang telah diturunkan dari naskah pembicaraan. Selain itu, hal yang harus diperhatikan yaitu penguasaan materi, cara penyampaian materi, bahasa, penampilan, suara.
2.3 CARA LATIHAN BERBICARA
Sebelum menyajikan suatu pembicaraan tentu harus berlatih berbicara terlebih dahulu agar pembicara dapat berbicara dengan lancar dan menguasai materi yang akan disampaikannya.
Adapun beberapa cara untuk melatih berbicara adalah sebagai berikut:
1.      Membiasakan diri berbicara di depan orang banyak
Banyak orang berusaha menghindar ketika diminta berbicara di depan orang banyak dengan berbagai alasan. Padahal jika dibiasakan maka berbagai masalah itu bisa teratasi. Semakin sering berbicara di depan umum maka masalah apapun akan mudah dihadapi, seseorang dapat berbicara dengan lancar dengan rasa percaya diri.

2.      Aktif dalam organisasi
Kegiatan oraganisasi menuntut seseorang untuk banyak berbicara. Aktif dalam organisasi akan melatih seseorang berbicara dengan lancar karena di dalam organisasi ketika rapat ataupun melakukan pengumuman maka saat itulah kesempatan melatih kemampuan berbicara.

3.      Bergaul
Bergaul adalah cara yang paling mudah untuk melatih berbicara karena ketika bergaul seseorang akan aktif berdiskusi atau sekedar basa-basi untuk melatih keterampilan berbicaranya.

4.      Berbicara di depan cermin
Jika tidak ingin melibatkan orang lain, cara ini tepat dilakukan karena ketika latihan berbicara di depan cermin maka pembicara mengetahui apa yang harus dilakukan ketika berbicara di depan umum agar terasa nyaman. Pembicara mempraktikkan dengan berdiri di depan cermin dengan membayangkan di dalam benak bahwa ada pendengar yang mendengarkannya.



5.      Berbicara dengan direkam
Melatih kemampuan berbicara juga bisa dilakukan dengan cara merekam, baik itu berupa audio ataupun video. Jika merekam berupa audio pembicara akan mengetahui bagaimana suaranya ketika berbicara dan apabila menggunakan video pembicara bisa mendengarkan suara sekaligus ekspresi dan gestur. Berbicara dengan direkam sebaiknya berupa video agar pembicara tahu kekurangan-kekurangan yang harus diperbaiki, baik itu gestur, suara, maupun ekspresi.




III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.        Ciri-ciri pembicara ideal perlu dikenal, dipahami, dan dihayati serta diterapkan dalam berbicara. Ciri-ciri pembicara ideal, yaitu:
1.        Memilih topik yang tepat
2.        Menguasai materi
3.        Memahami latar belakang pendengar
4.        Memahami situasi
5.        Mempunyai tujuan yang jelas
6.        Menjalin kontak dengan pendengar
7.        Kemampuan linguistik yang tinggi
8.        Menguasai pendengar
9.        Memanfaatkan alat bantu
10.    Penampilan yang meyakinkan
11.    Berencana.
2.        Merencanakan pembicaraan sangat penting dilakukan karena sesuatu yang direncanakanakan menghasilkan yang lebih baik dibandingkan dengan tanpa persiapan. Langkah-langkah menyusun perencanaan yang baik:
1.      Memilih topik
2.      Menguasai dan menguji topik
3.      Memahami pendengar
4.      Menyusun kerangka pembicaraan
5.      Mengujicobakan
6.      Menyajikan
3.      Untuk menjadi pembicara ideal bukanlah hal yang mudah haruslah latihan terlebih dulu.
Adapun cara melatih berbicara adalah:
1.      Membiasakan diri berbicara di depan orang banyak
2.      Aktif dalam organisasi
3.      Bergaul
4.      Berbicara di depan cermin
5.      Berbicara dengan direkam
3.2 SARAN
Dalam kegiatan berbicara diharapkan pembicara mampu berbicara dengan baik dan benar agar pendengar dapat dengan mudah memahami topik yang dibicarakan oleh pembicara tersebut. Sebagai pembicara yang baik perlu merencanakan pembicaraan agar ketika menyajikan atau menyampaikan topik tidak terjadi kesalahan-kesalahan.

DAFTAR PUSTAKA
Wendra, I Wayan. 2015. Keterampilan Berbicara Monolog. Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha